Pandawa Lima adalah tokoh pewayangan yang berkarakter baik, yang bisa kita jadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang kita ketahui tokoh yang paling utama dalam kisah pewayangan Mahabharata adalah Pandawa Lima, Kurawa, dan Kresna dari Yadhawa.Pandawa Lima merupakan tokoh protagonis yang mempunyai sifat baik, sedangkan Kurawa adalah sebaliknya. Pandawa Lima adalah sebutan lima bersaudara meraka Putra Dewanata dengan Dewi Kunti dan Dewi Madrim, mereka adalah Yudhistita, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa
Yudhistira
Yudhistira adalah Putra Pandawa yang tertua, yang menjadi panutan adik-adiknya. Ia putra tertua dari Pandu dan Kunti, yang merupakan penjelmaan dari dewa Yama (Dewa Akhirat ). Nama lain Yudhistira menurut dasanama pewayangan jawa adalah Puntadewa, Dharma Kusuma, Guna Talikrama, Tandhawijangkangka, Samiaji, Ajathasatru. Memimpin kerajaan Amarta
Yudhistira mempunyai sifat yang berbudi luhur, tak mau manyakiti orang, tidak pendendam, selalu membalas keburukan dengan kabaikan dan yang paling dikenal adalah ia pantang berbohong dalam setiap perkataanya
Selain itu, tokoh Yudhistira dalam pewayangan versi Jawa juga diibaratkan sebagai ibu jari (jempol) yang mengibaratkan kakak tertua untuk menaungi dan memberi contoh kesopanan dalam kehidupan. Yudhistira digambarkan memiliki karakter yang menerima (nrimo) dengan selalu mengatakan “silakan” atau “monggo”. Dalam budaya Jawa, perkataan ini selalu dibarengi dengan ibu jari yang menunjukkan arah untuk menggambarkan kesopanan atau suatu persutujuan.
Yudhistira memiliki senjata Kalimasada
Yudhistira memiliki senjata Kalimasada
Bima
Bima dengan nama kecilnya Sena, nama lainnya atau dasa nama Bima antara lain : Werkudara, Bimasena, Bratasena, Wijasena, Jagal Abilawa ( balawa ), Birawa, Dandun Wacana, Nagata, Kusumayuda, Kowara, Kusumadilaga, Pandusiwi, Bayuseta, Sena, Gandawastratmaja. Memimpin di Jodhipati
Bima merupakan putra kedua Pandu dengan Dewi Kunti. Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Bayu ( Dewa Angin ), sehingga memiliki nama julukan Bayusutha/ Bayuseta. Bima sangat kuat, lengannya panjang, tubuhnya tinggi, dan berwajah paling sangar di antara saudara-saudaranya. Meskipun demikian, ia memiliki hati yang baik. Pandai memainkan senjata gada. Senjata gadanya bernama Rujakpala. Bima juga dijuluki Werkudara. Dalam pewayangan Jawa, Bima memiliki anak yaitu Gatotkaca, Antareja dan Antasena.
Versi Lain mengambarkan Bima atau Werkudoro memiliki sosok yang bertubuh tinggi
besar seperti raksasa dan wajah yang garang tetapi selalu menunduk
seperti orang shalat. Bila sedang melakukan sesuatu, Bima tidak bisa
diganggu sampai ia selesei. Hal ini memberi pesan bahwa orang yang sedang shalat tidak bisa diganggu gugat. Ia juga mempunyai kekuatan yang
disebut sebagai Aji Pancanaka yang berarti lima kekuatan. Lima kekuatan
ini adalah shalat lima waktu, yakni subuh, dhuhur, ashar,maghrib, dan
isya’.
Karakter : Bima memililki sifat dan perwatakan; gagah berani, teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur.
Dalam pewayangan jawa, Bima juga diibaratkan sebagai jari telunjuk. Ia memiliki perawakan raksasa dengan hati yang lurus seperti jari telunjuk dan galak untuk mengingatkan sesuatu. Hal ini seperti budaya masyarakat kita, yang jika sedang marah akan menggunakan jari telunjuk yang mengacung untuk mengingatkan kesalahan kepada orang lain.
Arjuna
Ilustrasi Arjuna dengan senjata panah |
Arjuna nama lain atau dasanama lainnya adalah : Dananjaya Indratanaya, Margana, Palguna, Pandhuputra, Parta, Premadi/ Permadi, Kumbangali-ali, Pamadi, Jahnawi, Wibatsuh, Karitin, Janaka, Wijanarka, Kredhi Wrehatnala. Memimpin di Kesatriyan Madukara
Arjuna merupakan putra bungsu Dewi Kunti dengan Pandu. Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Indra ( Dewa Perang ). Ia adalah ksatria cerdik dan gemar berkelana, gemar bertapa dan berguru menuntut ilmu. Arjuna memiliki kemahiran dalam ilmu memanah dan dianggap sebagai ksatria. Kemahirannnya dalam ilmu peperangan menjadikannya sebagai tumpuan para Pandawa agar mampu memperoleh kemenangan saat pertempuran besar di melawan Kurawa.
Karakter : Arjuna memiliki sifat perwatakan cerdik pandai, pendiam, lemah lembut budinya,teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah.
Dalam pewayangan Jawa , Arjuna juga diibaratkan sebagai jari tengah. Ini diibaratkan Arjuna sebagai lelananging jagad (lelaki dunia) yang menjadi impian setiap wanita. Arjuna adalah pria yang tampan dan rupawan, walaupun Arjuna sering keluar-masuk hutan,sebagai pertapa yang berjambang banyak (brewok), ia tetap menjadi impian wanita dikarenakan mampu untuk “menyenangkan” hati para wanita. Dengan pertapaannya ini, Arjuna digambarkan sebagai sifat orang yang rajin menjalankan ibadah puasa, ia akan memiliki jiwa yang kuat dan tenang untuk menghadapi segala tantangan dan cobaan hidup.
Nakula
Nakula dengan nama kecilnya Pinten nama lainya adalah Tripala. Nakula merupakan salah satu putera kembar pasangan Dewi Madrim dan Pandu. Ia merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama Aswin, Sang Dewa pengobatan. Nakula pandai memainkan senjata pedang. Nakula merupakan pria yang paling tampan di dunia dan merupakan seorang ksatria berpedang yang tangguh.
Karakter : perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia. Ia juga digambarkan sebagai kesatria pandawa yang rajin dan giat bekerja. Penampilannya juga tidak sembarangan dengan pakaian rapi dan bagus namun tetap dermawan.
Nakula juga diibaratkan sebagai jari manis. Sebagai kakak kembar dari saudaranya, Sadewa, sebenarnya Nakula memiliki perawakan yang lebih tampan ketimbang Arjuna karena Nakula adalah simbol dari ketampanan, keindahan, dan keharmonisan. Oleh karenananya, cincin pernikahan selalu diletakkan di jari manis sesuai sifat Nakula yang tampan, indah, dan harmonis.
Sadewa
Hal ini diibaratkan, dalam pewayangan, Nakula adalah sosok yang digambarkan sebagai perwujudan ibadah zakat dan haji. Mereka yang berzakat adalah orang-orang yang dermawan dan mereka yang naik haji adalah yang mampu.
Sadewa
Sadewa dengan nama kecilnya Tangsen dan Darmagranti. Sadewa merupakan salah satu putera kembar pasangan Dewi Madri dan Pandu. Ia merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama Aswin, Sang Dewa pengobatan. Sadewa adalah orang yang sangat rajin dan bijaksana. Sadewa juga merupakan seseorang yang ahli dalam ilmu astronomi.
Karakter :perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia. Sifat yang selalu memberi juga tampak dari dirinya persis seperti Nakula. Oleh karenanya, ibadah zakat dan haji dilekatkan pada dua tokoh kembar ini, yang artinya tidak terpisahkan oleh keadaan mereka yang mampu dalam hal kekayaan.
Sadewa sebagai adik terkecil diibaratkan pula sebagai jari kelingking, yakni jari terkecil. Ia digambarkan sebagai orang yang mampu membawa kestabilan dan kebersihan. Di dalam salah satu kisah pewayangan, kemampuan Sadewa ini diceritakan sampai mampu membersihkan Bethari Durga untuk kembali ke wujud awal beliau,Dewi Uma. Hal ini menggambarkan Sadewa sebagai jari kelingking yang mampu membersihkan sampai ke sela-sela terkecil apapun.
Sunan Kalijaga atau Raden Said adalah salah seorang tokoh penyebar agama Islam di Indonesia yang media dakwahnya beraneka macam, dan salah satunya adalah melalui seni pewayangan. Wayang purwa asli peninggalan zaman Hindu yang disebut wayang beber karena tokoh-tokohnya dilukis hanya pada selembar kulit oleh Sunan Kalijaga diubah, tiap tokoh ditatah sendiri-sendiri seperti yang kita jumpai sekarang. Untuk menghindari larangan agama waktu itu, tokoh-tokoh tersebut dibuat serba pipih, tidak persis seperti manusia biasa. Anehnya, malah membuat makin tinggi cita rasa dan nilai seninya serta menimbulkan kesan unik. Dipadukannya ajaran Islam dengan falsafah pewayangan sehingga banyak bangsawan dan cendekiawan yang tertarik untuk menjadi pengikutnya.
Rukun Islam yang lima perkara, misalnya, digambarkan melalui lima ksatria Pandawa. Walaupun diancam dan dicurangi Kurawa, mereka selalu berjaya bahkan berhasil memenangkan pertempuran di medan Kurusetra dalam palagan atau perang Bharatayudha.
Pandawa
Rukun pertama dijelmakan dalam tokoh tertua Yudhistira alias Samiaji atau Puntadewa. Dengan senjata pamungkasnya, Jimat Kalimosodo, alih kata dari Kalimah Syahadat, raja bijaksana itu tidak pernah kalah dan tidak pernah putus asa. Ia selalu sabar menghadapi musibah, senantiasa berbaik sangka kepada setiap orang, dan kalau perlu mengalah demi menjaga persatuan menuju kejayaan.
Rukun kedua, salat (fardhu), diisyaratkan melalui Raden Werkudara atau Bima (Brathasena), yang tidak pernah duduk dan selalu siap dengan kuku Pancanakanya. Artinya, salat lima waktu tidak boleh tidak mesti ditegakkan dalam keadaan apapun. Sedang sakit pun salat harus tetap dikerjakan seperti halnya Bima yang selalu berdiri kokoh setiap saat. Lewat pelaksanaan salat, derajat manusia tidak dibeda-bedakan, termasuk antara orang kecil dan pembesar negara sekalipun. Hal itu diibaratkan sama dengan sikap Werkudara yang tidak pernah memakai bahasa halus kromo inggil dan tetap berbicara ngoko kepada semua orang, tanpa bermaksud kurang ajar.
Rukun ketiga, puasa (dalam bulan Ramadan), menggunakan lambang Raden Arjuna (Raden Permadi), ksatria Pandawa yang paling ganteng dan digandrungi kaum wanita. Persis seperti orang berpuasa, godaan hawa nafsu banyak sekali. Andaikata tidak kuat menghindarinya, pasti akan jebol pertahanannya.
Rukun keempat dan kelima, zakat dan haji, digambarkan sebagai dua ksatria kembar, Nakula dan Sadewa. Mereka adalah tokoh yang tidak sering muncul, sebagaimana zakat dan haji yang hanya diwajibkan bagi orang-orang yang mampu. Akan tetapi, tanpa Nakula dan Sadewa, Pandawa akan rapuh dan hancur. Begitu pula umat Islam, jika tidak ada para hartawan yang sanggup membayar zakat dan menunaikan haji, fakir miskin akan terancam oleh kekafiran dan pemurtadan. Kesenjangan antara orang kaya dan orang melarat tidak akan terjembatani.
Tulisan ini dirangkum dari berbagai sumber.
Rukun Islam yang lima perkara, misalnya, digambarkan melalui lima ksatria Pandawa. Walaupun diancam dan dicurangi Kurawa, mereka selalu berjaya bahkan berhasil memenangkan pertempuran di medan Kurusetra dalam palagan atau perang Bharatayudha.
Pandawa
Rukun pertama dijelmakan dalam tokoh tertua Yudhistira alias Samiaji atau Puntadewa. Dengan senjata pamungkasnya, Jimat Kalimosodo, alih kata dari Kalimah Syahadat, raja bijaksana itu tidak pernah kalah dan tidak pernah putus asa. Ia selalu sabar menghadapi musibah, senantiasa berbaik sangka kepada setiap orang, dan kalau perlu mengalah demi menjaga persatuan menuju kejayaan.
Rukun kedua, salat (fardhu), diisyaratkan melalui Raden Werkudara atau Bima (Brathasena), yang tidak pernah duduk dan selalu siap dengan kuku Pancanakanya. Artinya, salat lima waktu tidak boleh tidak mesti ditegakkan dalam keadaan apapun. Sedang sakit pun salat harus tetap dikerjakan seperti halnya Bima yang selalu berdiri kokoh setiap saat. Lewat pelaksanaan salat, derajat manusia tidak dibeda-bedakan, termasuk antara orang kecil dan pembesar negara sekalipun. Hal itu diibaratkan sama dengan sikap Werkudara yang tidak pernah memakai bahasa halus kromo inggil dan tetap berbicara ngoko kepada semua orang, tanpa bermaksud kurang ajar.
Rukun ketiga, puasa (dalam bulan Ramadan), menggunakan lambang Raden Arjuna (Raden Permadi), ksatria Pandawa yang paling ganteng dan digandrungi kaum wanita. Persis seperti orang berpuasa, godaan hawa nafsu banyak sekali. Andaikata tidak kuat menghindarinya, pasti akan jebol pertahanannya.
Rukun keempat dan kelima, zakat dan haji, digambarkan sebagai dua ksatria kembar, Nakula dan Sadewa. Mereka adalah tokoh yang tidak sering muncul, sebagaimana zakat dan haji yang hanya diwajibkan bagi orang-orang yang mampu. Akan tetapi, tanpa Nakula dan Sadewa, Pandawa akan rapuh dan hancur. Begitu pula umat Islam, jika tidak ada para hartawan yang sanggup membayar zakat dan menunaikan haji, fakir miskin akan terancam oleh kekafiran dan pemurtadan. Kesenjangan antara orang kaya dan orang melarat tidak akan terjembatani.
Tulisan ini dirangkum dari berbagai sumber.
No comments:
Post a Comment